Refleksi Sosio-Teologis: Perjuangan Melawan Virus dan Mengikuti Protokol Kesehatan

Oleh: Roedy Silitonga (Dosen Agama Kristen dan Teologi Universitas Pelita Harapan)

Pendahuluan

Pemerintah Pusat dan Daerah sudah berusaha memperketat penerapan protokol kesehatan dengan melakukan gerakan 6 M di setiap tempat baik di perumahan, di perkantoran, di sekolah, di kampus, di pasar atau pun di pinggiran jalan. Sejalan dengan hal itu akan tetap dilakukan kebijakan Pemerintah yaitu: Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Namun upaya baik itu belum dapat membendung atau mengurangi berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat di luar rumah, baik di tempat pekerjaan atau di tempat umum seperti pasar, terminal, mall dan rumah makan. Hal tersebut kita saksikan setiap hari aktivitas pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan di luar rumah, yang dilakukan secara individu, keluarga, atau kelompok masyarakat.

Kita bersyukur sudah banyak anggota masyarakat yang sadar dan mengerti pentingnya melakukan protokol kesehatan ketika melakukan aktivitas di luar rumah. Pemerintah pun telah memberikan arahan kepada pihak sekolah, perguruan tinggi dan perkantoran pemerintah atau swasta untuk memanfaatkan fasilitas daring dan jaringan internet untuk melaksanakan tugas dan karyanya. Para siswa dan mahasiswa, para pekerja dan usahawan telah berusaha melakukan aktivitasnya di rumah saja. Sekolah, kuliah dan serta kerja dilakuka secara daring menjadi suatu kebiasaan baru untuk sebagian besar penduduk di negeri ini khususnya yang ada di perkotaan. Sikap dan tindakan seperti itu patut dihargai dan diapresiasi. Karena dengan cara hidup yang demikian maka diharapkan akan terjadi penurunan jumlah yang terpapar covid-19.

Namun kondisi itu tidak bertahan lama. Ada beberapa alasan mengapa kurang ketatnya melaksanakan protokol kesehatan, antara lain: Pertama, vaksinisasi yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Daerah telah dianggap sebagai pencegah tidak akan terjadinya terpapar virus covid-19; Kedua, diberikannya izin menggunakan tempat ibadah dan tempat umum dengan batas maksimal 50% tetapi tidak semua tempat itu diawasi dengan ketat oleh satgas penanganan penyebaran covid-19; Ketiga, kurang tegas dalam memberlakukan protokol kesehatan pada hari besar keagamaan, dimana berkumpulnya umat beragama di suatu tempat dengan tidak menjaga jarak serta mobilisasi umat beragama dari satu tempat ke tempat lainnya, antar desa dan antar kota atau antar desa ke kota; Keempat, kebutuhan primer yang mendesak bahwa dengan adanya kebutuhan primer yang mendorong atau memaksa setiap orang mendapatkan penghasilan yang mencukupi kebutuhan keluarganya. Karena dampak pandemi selama lebih dari setahun telah menyebabkan terjadinya penghentikan hubungan kerja (PHK) dengan alasan ketidaksanggupan membayar upah pekerja, pengurangan biaya produksi dan administrasi, sampai pada bangkrutnya usaha. Dalam kondisi seperti itulah terjadi dilema antara menjaga kesehatan dan kebutuhan pangan, sandang dan papan.

Kondisi Terkini: Mutasi Virus dan Vaksinisasi

Mutasi virus covid-19 lebih cepat terjadi dibandingkan dengan program Pemerintah untuk melaksanakan vaksinisasi bagi seluruh penduduk Indonesia. Selain adanya kendala pro kontra penggunaan vaksin, kepastian jenis vaksin yang digunakan, serta juga kecepatan produksi dan kebutuhan yang diperlukan penduduk, ternyata juga ada ketidakseriusan dari sebagian penduduk di desa dan di kota untuk menjalankan protokol kesehatan dengan Gerakan 6 M. Tentulah hal itu semakin mendorong percepatan penyebaran virus covid-19 secara masif.

Pemerintah dan rakyat sudah berjuang dan berusaha mempersiapkan vaksin dan program vaksinisasi di berbagai tempat, mulai untuk para dokter dan paramedis serta tenaga kesehatan, para guru dan dosen, aparatur sipil negara, dan juga untuk kelompok umur penduduk lanjut usia dan remaja/pemuda di atas 18 tahun. Namun pro kontra penggunaan dan pemanfaatan vaksin dan vaksinisasi tidak terelakkan di setiap level struktur sosial. Hal itu disebabkan karena kurangnya informasi yang akurat dan jelas serta berita hoax di berbagai media sosial. Misalnya adanya informasi bahwa virus dan vaksin merupakan upaya bisnis kaum elit ekonom dunia untuk meraup keuntungan dari penderitaan penduduk dunia serta upaya mengurangi jumlah penduduk yang sudah lebih dari tujuh miliyar. Bahkan ada informasi bahwa kondisi ini diawali dengan adanya perang dagang antar elit feodal dunia. Di pihak lain, ada juga oknum dan kelompok yang menganggap vaksin dan vaksinisasi merupakan agenda setan untuk menghancurkan peradaban manusia agar terjadi ketakutan dan penderitaan.

Baca Juga  LuarBiasa, Restoran Cabang Khas Jogja 'Sate Klathak Pak Jede' Resmi Dibuka di Jakarta dan Dibanjiri Ratusan Karangan Bunga

Informasi yang tidak jelas, yang belum dapat dibuktikan serta hoax tentang virus dan vaksin tersebut di atas, faktanya hal itu tidak dapat membebaskan penduduk dari fakta bertambahnya jumlah yang positif dan meninggal dunia karena virus covid-19 di berbagai tempat, khususnya di perkotaan. Fakta setiap orang butuh perlindungan dari virus covid-19 dan juga butuh vaksin untuk segera diterima merupakan kondisi yang tidak terbantahkan. Sementara kebutuhan akan ruang perawatan di rumah sakit, para dokter dan paramedis/tenaga kesehatan sangat mendesak. Sebab virus covid-19 ini tidak kompromi dan memilih siapa yang akan terpapar positif. Dalam kondisi seperti itu, ketegasan Pemerintah dan keseriusan setiap anggota masyarakat menjalankan protokol kesehatan merupakan solusi terbaik. Sekalipun vaksin pada tiap orang tidak menjamin adanya penularan atau menularkan virus covid-19 kepada orang lain. Namun lebih baik ada vaksin daripada tidak sama sekali sebagai salah satu cara untuk hidup lebih optimis dan lebih bersemangat di tengah-tengah kondisi pandemi saat ini.

Mentalitas Protokol Kesehatan

Mentalitas untuk menjalankan protokol kesehatan di setiap rumah dan daerah beserta wilayah di berbagai tempat di Indonesia harus ditingkatkan ke arah yang konstruktif. Pemerintah dan setiap orang yang sudah sadar akan pentingnya pelaksanaan protokol kesehatan dan gerakan 6 M perlu dan penting untuk terus-menerus bertindak tegas dan jelas serta sungguh-sungguh setiap hari. Dan memang mentalitas menjaga kesehatan diri dan keluarga dan lingkungan sudah rapuh dan tergerus dengan kondisi yang selama ini dibiarkan atau bahkan terjadi pembiaran.

Dengan adanya pandemi covid-19 ini setiap orang disadarkan pentingnya kesehatan diri dan keluarga dan lingkungan dan juga pentingnya menjaga daya tahan tubuh dari serangan penyakit apa pun. Karena memang seringkali yang penting hidup dan menjalankan aktivitas tanpa memperhatikan kesehatan dan kebersihan. Andaikan saja kita sudah punya kebiasaan hidup bersih dan sehat maka virus covid-19 yang telah menjadi wabah global ini, hal itu akan lebih mudah ditangani dan diselesaikan dengan baik. Namun kebiasaan hidup yang bersih dan sehat hanya sebagai sebuah idealitas saja dan bukan sebagai realitas sehingga ketika virus covid-19 global menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk memiliki kebiasaan yang bersih dan sehat.

Mentalitas bersih dan sehat baik secara fisik dan rohani ini didasari atas pengetahuan yang benar dan pengalaman hidup yang baik serta sikap hati yang suci. Mentalitas seperti ini hanya mungkin ada dan terjadi apabila proses pendidikan di dalam keluarga dan di sekolah dan di kampus dan di kantor diwujudkan dalam setiap aktivitas di bidang masing-masing. Tentulah mentalitas seperti itu tidak muncul tiba-tiba dan mendadak dapat terjadi. Karena itu ketika virus covid-19 ini merebak di seluruh dunia dan di Indonesia maka warga negara dimana pun pada posisi tidak siap melakukan sebuah upaya pencegahan yang lebih masif dan berkualitas.

Sikap dan Tindakan Umat Beragama

Sebagai umat beragama yang memiliki tanggung jawab terhadap kondisi dan situasi zaman khususnya saat ini dalam pandemi, maka perlu dan penting dengan serius dan sungguh-sungguh untuk melaksanakan protokol kesehatan dan gerakan 6 M. Apapun agamanya dan kepercayaannya seharusnya dan sewajarnya menghargai kemanusiaan dimulai dari diri sendiri dan dilanjutkan dari keluarga ke dalam lingkungan masyarakat sekitar sampai ke seluruh bagian atau bidang kehidupan sosial lainnya. Cara yang ditempuh adalah mendisiplin diri mengikuti protokol kesehatan dengan mentalitas bersih dan sehat untuk diri dan sesama.

Kita harus optimis untuk berjuang bersama untuk kesehatan dan kesejahteraan diri di setiap tempat dimana kita tinggal atau dimana kita berkarya. Optimis atas adanya hari depan yang lebih baik dan kita berjuang, bukan hanya untuk saat ini lepas bebas dari pandemi tetapi juga untuk masa depan kemanusiaan kita di bumi ini. Bagaimanapun hebatnya virus covid-19 tetap lebih rendah dan lebih mudah diatasi dan dihadapi oleh manusia yang rasional dan berhati nurani.

Baca Juga  M.Torik Pimpinan Utama BKN Ucapkan Selamat Kepada Laksamana Yudo Margono

Dalam kondisi saat ini pentingnya peran institusi keagamaan dan umat beragama yang sudah menikmati berkat yang berkecukupan. Mentalitas yang ada di negeri ini memang bukan hanya berkaitan dengan kemiskinan material tetapi juga kemiskinan rohani serta kemiskinan intelektual. Bagaimana sekarang solusinya dan bagaimana kita berbagian di dalam konteks seperti itu? Misalnya di setiap ibadah dan pertemuan umum, setiap orang selalu mengingatkan dan mempraktikkan protokol kesehatan sebagai buah dari pengetahuan dan pengertian teologi agamanya. Dengan demikian setiap orang dapat menerapkan kehidupan beragamanya dengan penuh tanggung jawab kepada Allah dan sesama manusia. Seperti halnya, kehidupan beragama dimulai dari diri sendiri di lingkungan keluarga dan masyarakatanya, demikian juga protokol kesehatan dilaksanakan dengan benar. Karena hati yang bersih terwujud dari hidup yang bersih, dan hati yang sehat dalam ibadahnya kepada Allah terbukti dari kehidupannya yang tekun menjaga kesehatan tubuhnya.

Kita bersyukur masih ada sebagian besar rakyat yang sadar dan peka akan kondisi saat ini sehingga tiap-tiap orang tidak hanya memberikan argumentasi serta kritik terhadap situasi pandemi yang semakin mencekam. Namun ada langkah praktis yang seharusnya dilakukan secara konkrit dan segera dilakukan tanpa menunda lagi. Setiap pemimpin dan rohaniawan agama melakukan bimbingan dan penggembalaan khusus berkaitan dengan pencegahan penyebaran virus covid-19 dan pengetatan protokol kesehatan kepada setiap umat agamanya masing-masing.

Sejalan dengan tindakan nyata untuk menghentikan penyebaran virus covid-19 tersebut, setiap orang harus sungguh-sungguh memohon belas kasihan dan kekuatan dari Allah agar kasih dan damai sejahtera-Nya melingkupi hati dan pikiran setiap orang yang dimana pun berada. Karena setiap orang itu rapuh, terbatas dan ada kekurangan, saatnya menyadari kebergantungan penuh kepada Allah yang hidup agar dikaruniakan-Nya kekuatan iman untuk bertindak dengan arah yang benar dalam menjalankan tanggung jawab terhadap sesama.

Perjuangan Menghadapi Krisis Kemanusiaan

Tidak ada seorang pun yang mau menderita. Walaupun penderitaan di dunia ini tidak dapat hilang sampai akhir zaman. Di sisi lain, manusia selalu berusaha mencapai kesejahteraan, kenyamanan dan kebahagian dengan menjalankan hidup dengan susah payah di bumi ini. Ada kemauan dan ada ketidakberdayaan. Demikian juga Ketika manusia menghadapi pandemi, khususnya pandemi covid-19 ini. Setiap orang ingin agar pandemi ini segera berakhir untuk menjalankan hidup lebih baik dengan kebiasaan baru. Namun kenyataannya, pandemi ini belum berakhir dan semakin bertambah varian virus covid-19 dan semakin bertambah pula yang terpapar.

Karena krisis kemanusiaan ini, setiap orang wajib mengusahakan pencegahan penyebaran virus covid-19 dengan berbagai cara yang bijak dan tepat. Upaya vaksinisasi penduduk secara menyeluruh perlu dilakukan secepatnya dan serentak, demikian juga upaya pengobatan pasien yang terpapar covid-19. Upaya tersebut membutuhkan anggaran negara yang sangat besar dan juga sumberdaya tenaga kesehatan yang memadai dan sehat. Sementara upaya itu dilaksanakan dengan cepat, setiap penduduk wajib menjalankan protokol kesehatan dengan gerakan 6 M secara ketat dengan bantuan aparat keamanan, polisi dan tentara. Kebiasaan baru ini menjadi lifestyle yang penting dipertahankan untuk saat ini dan masa akan datang agar rakyat tetap sehat, bersih dan sejahtera.

Prinsip kebersamaan dan gotong royong serta saling peduli terhadap sesama merupakan sikap dan tindakan yang harus dipertahankan menghadapi pandemi apa pun. Sedangkan sikap dan tindakan egois dan mementingkan diri sendiri merupakan musuh bersama yang harus ditolak di dalam kehidupan bermasyarakat untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di Indonesia. Mari kita berjuang Bersama untuk Indonesia yang lebih baik.

Krisis Kesehatan atau Pangan

Hidup ini tidak hanya di dunia ide tapi juga di dunia nyata. Keduanya harusnya menjadi realitas dalam diri orang yang beragama dan yang berpikir rasional. Pada kondisi pandemi ini saat ini, dimana setiap orang butuh kesehatan dan pangan yang cukup setiap hari. Sedangkan penghasilan dari pekerjaan yang ada terbatas dan kurang memadai untuk sebagian besar penduduk di Indonesia ini. Mungkinkah ada orang kaya yang rela menjual mobilnya atau rumahnya atau apartemennya atau hartanya untuk rakyat yang sedang berjuang yang mencukupkan makanan agar tetap sehat? Mungkin ada, tapi hanya segelintir saja. Lalu dimana peran para pengusaha, perbankan dan institusi keagamaan membantu krisis kesehatan dan pangan ini?

Baca Juga  SOTO SOB "H. ASMAWI - Buncit Indah" Resep Warisan Kuliner Sejak 1974 (Soto Betawi Terkenal Hingga Generasi Ke Tiga)

Ada yang berpendapat dari pengamatan dan pengalaman bahwa kesehatan seseorang sejalan dengan terpenuhinya kebutuhan pangan yang berkualitas. Kualitas makanan dan minuman untuk tubuh akan menjadi daya tahan dan daya juang tubuh melawan berbagai virus, bakteri dan kuman yang menyerang, termasuk melawan virus covid-19. Imun pada tubuh tergantung pada perlakukan yang baik dan benar terhadap tubuh, baik asupan protein, karbohidrat, dan berbagai vitamin, dan juga tidur yang nyenyak.

Dampak pandemi ini telah mengurangi dan menghilangkan penghasilan setiap pekerja atau karyawan di berbagai sektor. Adalah sulit untuk mendapatkan kebutuhan primer tersebut agar daya tahan tubuh tetap kuat dan sehat. Sementara Bagaimana mau makan dan mau tidur yang nyenyak kalau sudah tidak bekerja dan tidak memperoleh penghasilan? Sementara mau bekerja atau berusaha bisnis pada saat pandemi ini maka resiko terpapar virus covid-19 akan mungkin tidak terelakan. Karena itu setiap orang wajib ada rasa peduli dan empati terhadap sesama yang sedang mengalami kesulitan dan pergumulan untuk kebutuhan sehari-harinya.

Kita lebih membutuhkan makanan daripada membutuhkan kesehatan atau kita lebih membutuhkan kesehatan daripada membutuhkan makanan. Diantara keduanya itu kita memerlukan uang untuk kesehatan dan makanan Tetapi uang yang kita peroleh hanya mungkin kalau kita bekerja dan berkarya di bidang masing-masing. Namun realitanya ada banyak orang yang juga sudah terdampak pandemi ini sehingga sulit untuk mendapatkan uang agar tetap sehat dan makanan tersedia di rumah. Sementara kalau ada yang berhutang ke pihak lain baik yang resmi dan legal atau yang tidak resmi dan ilegal maka akan semakin menyulitkan rakyat untuk kebutuhan kesehatan dan sekaligus kebutuhan makanan sehari-hari.

Tentulah kita tidak dapat memilih salah satunya saja karena keduanya sehat dan makanan adalah hal yang yang esensial untuk kehidupan. Nah bagaimana kita merespon dan menghadapi situasi seperti itu? Kita yang masih berkecukupan dan bisa menjaga kesehatan karena cukup untuk kebutuhan makan minum kita, kita dapat lebih mudah untuk mengatasi situasi Ini. Sementara mereka atau kita yang sedang dalam kesulitan uang untuk sehat dan dan makan minum maka menjadi sebuah dilema dalam kehidupan sehari-hari mereka. Jadi ini bukan hanya bicara tentang kedisiplinan atau masalah ketidaktaatan pada protokol kesehatan saja tetapi juga persoalan yang penting dalam hidup manusia yaitu makan dan minum.

Kesimpulan

Jika penyebaran virus covid-19 tidak teratasi dengan baik di dalam kehidupan bermasyarakat, maka akan muncul suatu kondisi kemerosotan kesehatan dan juga sosial ekonomi dari masyarakat. Namun apabila dilakukan suatu tindakan yang lebih tegas dan keras untuk melakukan protokol kesehatan maka menjadi persoalan yang baru yaitu bagaimana mencukupkan kebutuhan sementara bagi masyarakat yang sedang mengalami kesusahan dan kesulitan mendapatkan kebutuhan hidup sehari-hari.

Kita tidak dapat memilih salah satunya saja karena keduanya sehat dan makan adalah hal yang yang esensial untuk kehidupan. Nah bagaimana kita merespon dan menghadapi situasi seperti itu? Kita yang masih berkecukupan dan bisa menjaga kesehatan karena cukup untuk kebutuhan makan minum kita, kita dapat lebih mudah untuk mengatasi situasi Ini. Apakah pemerintah pusat dan daerah setelah mempertimbangkan kedua hal tersebut yaitu sehat dan cukup makan bagi seluruh rakyat Indonesia? Sementara virus covit 19 ini tidak memandang atau memilih apakah orang ini atau orang itu sehat atau cukup makan.

Mari kita berjuang bersama menghadapi pandemi covid-19 ini, dan seiring sejalan dengan permohonan kita yang tulus kepada Allah agar kesusahan hidup ini dapat dilalui dan kesejahteran dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Kita dapat bebas dari pandemi karena ada harapan di dalam Allah yang mengasihi dan memberkati bangsa ini. ***

 

3 Comments on “Refleksi Sosio-Teologis: Perjuangan Melawan Virus dan Mengikuti Protokol Kesehatan”

  1. Saya sangat setuju dengan apa yang tertulis pada artikel tersebut. Covid-19 adalah masalah yang serius. Kita harus dapat benar-benar melakukan protokol kesehatan dan tidak mengabaikannya. Selain itu, tidak lupa juga untuk meminta permohonan kepada Allah dalam memberikan solusi terhadap masalah ini agar cepat terselesaikan sehingga kita dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala.

  2. Saya sependapat dengan Pak Roedy. Kita harus menyadari tentang protokol kesehatan karena jika tidak maka wabah tidak akan cepat terselesaikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *