Jakarta, infopers.com – Peredaran berita maupun konten hoaks di media sosial membuat miris kalangan jurnalis. Sebab, hoaks yang beredar itu dengan mudah dipercaya oleh masyarakat tanpa dicek terlebih dahulu fakta dan kebenarannya.
Ketua Jurnalis Jakarta Pusat (JJP) Komaruddin Bagja angkat bicara menyikapi hal itu. Ia pun menyesalkan minimnya literasi masyarakat dalam bermedia sosial. Seperti respons masyarakat pada akun media sosial salah seorang ulama Haikal Hassan yang mengunggah narasi terkait penyelewengan dana haji serta video viral anak SD yang menyeberangi sungai dengan cara yang tak biasa.
“Tapi setelah diselidiki ternyata mereka hanya main-main saja. Masyarakat kita gampang terprovokasi gitu,” kata Bagja dalam webinar bertajuk “Literasi Digital dalam Bermedia Sosial”, Minggu (13/6/2021).
Dikatakan jurnalis yang bekerja pada media siber sindonews.com ini, literasi dalam bermedia sosial merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh masyarakat.
“Bukan hanya orang awam, orang terpelajar pun bisa terbawa menyebarkan hoaks tanpa melihat latar belakang mereka. Terseret arus kepentingan biasanya,” ucapnya.
Anggota JJP lain, Willibrodus Nafie mengimbau rekan-rekan sesama profesinya untuk memperhatikan integritas dan profesionalitas dalam memproduksi sebuah karya jurnalistik.
“Dan hal yang penting terutama bagi kita awak media. Ini skill bagi kita untuk mencermati dan maknai sesuatu yang akan kita infokan kepada masyarakat. Seperti soal Pilpres, itu hoaks kan banyak. Kita pikir setelah Pilpres maka hoaks selesai, itu tidak. Hanya saja menurun,” ujar wartawan yang akrab disapa Willi itu.
“Kita sebagai jurnalis harus peka, jangan selalu pakai sumber medsos. Omongan lepas orang pro dan kontra pemerintah memang bisa kita buat berita, tapi harus dicek lagi,” imbuh pewarta inilah.com itu. (br)