Jakarta,Infopers.com – Komisi Kejaksaan (Komjak) RI turut menyoroti kasus kriminalisasi konsumen, Ike Farida, oleh mafia apartemen di bawah asuhan Pakuwon
Group. Kasus ini kini menjadi topik hangat perbincangan publik, setelah munculnya
dugaan keterlibatan aparat penegak hukum yang semestinya bertanggung jawab
dalam proses penyidikan, justru berperan sebagai tangan kanan dari mafia tersebut.
Setelah sebelumnya melaporkan pelanggaran etik oknum jaksa, tim kuasa hukum Ike
Farida kembali menginjakkan kaki di Komjak RI untuk mengadakan audiensi lanjutan.
Melalui audiensi tersebut, tim kuasa hukum Ike Farida secara tegas menuntut
perlindungan hukum yang memadai bagi kliennya. Mereka kembali menggarisbawahi
agar pihak kejaksaan segera mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan
(SKP2).
Adapun urgensi dikeluarkannya SKP2 ini berlandaskan pada hasil Gelar Perkara Khusus
yang diselenggarakan oleh Kabareskrim, Kapolri, dan Karo Wassidik, yang kemudian
menerbitkan SP3D sebagai petunjuk dan arahan bagi penyidik. Surat yang diturunkan
pada tanggal 25 Juli 2024 tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa tidak ada unsur
pidana dalam tuduhan yang diarahkan kepada Ike Farida. Sangat disayangkan, surat
tersebut terus-menerus dibangkang oleh penyidik, yang malah dipanjangtangani oleh
kejaksaan.
Di samping itu, tim kuasa hukum Ike Farida menilai adanya cacat prosedural yang
dilakukan oleh kejaksaan selama proses penyidikan, terutama terkait dengan
pelimpahan berkas perkara oleh penyidik dan jaksa penuntut umum yang tidak
konsisten. Ketika ditanya mengenai status berkas, pihak jaksa mengklaim bahwa berkas
tersebut belum dilimpahkan, sementara penyidik memberikan pernyataan yang bertolak
belakang.
Lebih parah lagi, kesewenangan oknum jaksa ini berlanjut hingga penangkapan dan
penahanan Ike Farida, kembali menunjukkan tindakan jaksa yang tidak taat hukum.
Setelah ditahan di Polda Metro Jaya (PMJ) selama delapan hari, pada 12 September 2024,
perkara Ike Farida secara tiba-tiba dialihkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan
untuk dilakukannya pemeriksaan pendahuluan, meskipun sebelumnya ditangani oleh
Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta.
Kejanggalan ini semakin mencolok karena Ike Farida tidak didampingi oleh pimpinan
kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak, sementara Kejari Jakarta Selatan berhasil
mengeluarkan Surat Penahanan tanpa dasar hukum yang jelas. Ketika Ike Farida
melangkah keluar dari Kejari Jakarta Selatan, kejaksaan menghalanginya untuk
memberikan keterangan di depan media dan malah ditarik paksa untuk masuk ke dalam
mobil tahanan kejaksaan.
Kondisi ini memunculkan kecurigaan kolusi antara kedua aparat penegak hukum, yang
seharusnya bekerja secara independen dan transparan. Kamaruddin Simanjuntak
menjelaskan, “Jaksa telah melimpahkan berkas perkara lebih dari lima kali, padahal batas
maksimum yang ditetapkan adalah tiga kali. Juga, dalam proses pemeriksaan pendahuluan, kami
tidak di-infokan harus pergi ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. ‘Kan selama ini ditangani oleh
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.”
Rangkaian kesewenang-wenangan tersebut membuat tim kuasa hukum Ike Farida
geram. Terlebih, hak-hak Ike Farida telah banyak dirampas pihak mafia tanah dan
penegak hukum, dalam konteks ini oknum jaksa. Atas ketidakadilan tersebut, tim kuasa
hukum Ike Farida melakukan audiensi dengan Komisi Kejaksaan untuk sampaikan
pelanggaran yang dilakukan oknum jaksa.
Sangat disayangkan, Komjak RI menolak mentah-mentah permohonan tersebut.
Meskipun tim kuasa hukum Ike Farida telah menyampaikan suara ketidakadilan,
Komisioner Komjak RI Rita Kolibonso tetap bersikeras bahwa tidak ada pelanggaran etik
yang dilakukan oleh jaksa selama proses penyidikan.
Mereka menjelaskan bahwa peran mereka terbatas pada fungsi pengawasan, dan mereka
berdalih bahwa perkara Ike Farida sudah menuju tahap persidangan peradilan. Dalam
konteks ini, Komjak RI tidak melihat urgensi untuk diadakannya audiensi lanjutan,
karena mereka merasa telah cukup memberikan tanggapan melalui surat kepada tim
kuasa hukum Ike Farida.
“Kami sangat kecewa dengan sikap Komjak yang enggan menindaklanjuti permohonan kami,
mengingat pelanggaran yang dilakukan jaksa sudah terpampang nyata dan semestinya menjadi
perhatian serius,” timpal Kamaruddin.