Peredaran Pil Koplo Marak di Jalan Kunir 2 Tamansari Jakarta Barat: Toko Obat Ilegal Dibekingi Oknum Media Tren Media

Info pers, Jakarta Barat – Peredaran obat keras golongan G atau yang dikenal sebagai pil koplo kian mengkhawatirkan di wilayah ibu kota. Terkini, sebuah toko obat di Jalan Kunir 2, Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat, diketahui secara terang-terangan menjual obat terlarang seperti Tramadol, Hexymer, dan Double L kepada masyarakat tanpa resep dokter. Mirisnya, praktik ini diduga telah berlangsung lama dan tak tersentuh hukum karena dilindungi oleh oknum yang mengaku sebagai wartawan dari media online Tren Media.

 

Toko tersebut dikelola oleh seorang pria bernama Selamet, yang disebut-sebut sebagai pengendali operasional di lapangan. Berdasarkan investigasi dan laporan warga sekitar, Selamet kerap merasa ‘kebal hukum’ dan menunjukkan sikap seolah dirinya dilindungi oleh sosok yang memiliki ‘koneksi media’. Dalam banyak kesempatan, ia bahkan disebut mengancam warga yang mencoba melapor atau mendokumentasikan aktivitas ilegal di lokasi itu.

 

“Kami sudah beberapa kali mencoba lapor, tapi takut juga. Soalnya kata Selamet, dia sudah aman, ‘orang media’ jagain. Pernah ada warga yang foto-foto, malah diancam dan diminta hapus,” ujar M (nama disamarkan), warga RW setempat.

 

Modus Penjualan dan Pola Transaksi

Pantauan tim investigasi mendapati pola penjualan yang rapi namun tetap terbuka. Toko tampak seperti toko obat biasa dari luar, namun di bagian dalam, tersedia rak khusus yang menyimpan stok obat keras. Pembeli bisa dengan mudah memesan dan mengambil barang tanpa prosedur medis apapun. Bahkan, sejumlah pelanggan datang dari luar Jakarta Barat, menunjukkan luasnya jaringan peredaran tersebut.

 

Menurut keterangan dari warga, toko tersebut beroperasi dari pagi hingga malam hari, dengan omzet harian diduga mencapai jutaan rupiah. Obat-obatan golongan G ini dijual dalam satuan strip maupun dus, tergantung permintaan.

Baca Juga  PB SEMMI Kawal Natalius Pigai Jadi Menteri HAM Sampai Akhir Jabatan Tahun 2029

 

“Biasanya anak-anak muda beli satu strip, tapi ada juga yang beli banyak. Yang beli juga ada yang pakai seragam sekolah. Ngeri kalau dibiarkan,” tambah sumber warga lainnya.

 

Keterlibatan Oknum Media dan Perlindungan

Yang membuat kasus ini semakin pelik adalah dugaan keterlibatan oknum wartawan dari media online Tren Media, yang menurut informasi warga, menggunakan atribut pers untuk mengintimidasi dan melindungi aktivitas ilegal tersebut. Oknum ini bahkan disebut kerap datang ke lokasi untuk “mengondisikan” jika ada tamu tak dikenal yang datang atau terjadi razia mendadak.


 

Hal ini memunculkan kecaman keras dari kalangan jurnalis independen dan organisasi pers yang sah dan bertanggung jawab.

 

Kecaman dari Dunia Pers: Profesi Jangan Diperalat

Obor Panjaitan, Ketua Umum Ikatan Pers Anti Rasuah (IPAR), menyatakan bahwa penyalahgunaan profesi wartawan dalam kasus seperti ini merupakan penghinaan terhadap dunia jurnalistik.

 

“Jurnalis adalah mata dan telinga publik. Jika ada oknum media yang justru membekingi kejahatan, itu bukan lagi wartawan — itu penjahat berkedok pers. Kami mendorong Dewan Pers dan aparat untuk menindak tegas pelanggaran ini,” tegasnya.

Senada dengan itu, Ferry Rusdiono, Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Online Dwipantara (PWOD) juga menyatakan keprihatinan mendalam.

 

“PWOD menolak keras praktik penyalahgunaan profesi wartawan untuk melindungi peredaran obat ilegal. Kami akan menyurati Dewan Pers dan pihak berwenang untuk memastikan oknum yang mencoreng profesi ini diproses secara etik dan hukum,” ujarnya dalam pernyataan resmi.

Desakan untuk Penindakan Serius

Peredaran obat golongan G tanpa izin merupakan pelanggaran berat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara tanpa hak mengedarkan sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp1,5 miliar.

Baca Juga  Adityo Bambang Mataram Bacakan Isi Deklarasi Putra-Putri Pendiri Republik Indonesia Soekarno- A.M Hanafi

 

Sementara itu, penyalahgunaan profesi jurnalistik untuk melindungi kejahatan melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, yang mengatur wartawan harus bersikap independen dan tidak terlibat dalam kegiatan kriminal.

 

Masyarakat berharap pihak Polres Metro Jakarta Barat segera bertindak cepat, tidak hanya dengan menutup toko tersebut dan menangkap Selamet sebagai pengelola, tetapi juga mengusut keterlibatan jaringan pendukung, termasuk oknum media yang diduga membekingi.

 

Penutup: Wajah Hukum yang Dipertaruhkan

Jika kasus ini kembali dibiarkan tanpa penyelesaian yang adil dan transparan, bukan hanya generasi muda yang dirusak oleh mudahnya akses pil koplo, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan dunia pers akan runtuh. Warga kini menanti keberanian aparat untuk bertindak — bukan hanya terhadap pelaku lapangan, tetapi juga terhadap pelindung yang selama ini bermain di balik layar.


Catatan Redaksi: Artikel ini ditulis berdasarkan laporan lapangan, kesaksian warga, dan pernyataan resmi dari organisasi pers. Kami membuka ruang hak jawab bagi pihak-pihak yang disebutkan dalam laporan ini sesuai dengan prinsip jurnalisme berimbang.

Tim Redaksi.