INFO’PERS
》Iksan Wasekdir Bakornas LKBHMI PB HMI,(foto;Istimewa)
Jakarta,www.InfoPers.com– Berdasarkan hasil penelusuran kami bahwa PT. Binanga Harta Maraya sedang gencar melakukan aktivitas pertambangan secara sembunyi-sembunyi dan hal ini diduga kuat tidak memiliki legalitas yang sah terkait aktivitas yang di lakukan apalagi tepatnya di dalam kawasan Hutan Produksi terbatas (HPT).
Terkait perihal tersebut, Ikhsan Jamal menyebutkan pengurus Bakornas LKBHMI PB HMI akan menyambangi Kementerian Lingkungan Hidup. “Insya Allah dalam waktu dekat ini”. Ujar Iksan yang juga sebagai Wasekdir Bakornas LKBHMI PB HMI.
Bahwa berdasarkan pasal 33 UUD 1945 sebagaimana landasan konstitusional
mewajibkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasasi oleh Negara.
Hal tersebut sejalan dengan sebagaimana di amanatkan Pasal 4 UU No.41 Tahun 1999 bahwa semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, sehingga penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan
berkelanjutan. Ujar Jamal.
Sesuai dengan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih tegas, Pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU Kehutanan”) mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (“IPPKH”) dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) sebagaimana diatur di dalam Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan.
Aktivitas PT. BHM tersebut sangat berpotensi menjadi malaletaka terhadap kehidupan
sosial budaya masyarakat. Nilai-nilai arif sebagai dasar membangun bangsa, dipinggirkan oleh kegiatan pertambangan. Hal ini dapat diramalkan akan hilangnya manfaat (hutan larangan) serta lubuk larangan yang menjadi pengaturan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan oleh masyarakat. Tegas Jamal.
Secara sosiologis pun akan terjadi pergeseran pola kehidupan masyarakat. Tegas Wadir Bakornas PB HMI.
Olehnya itu jika benar Perusahaan tersebut terbukti melakukan aktivitas secara ilegal maka saya selaku putra daerah tidak akan hanya diam melihat kedzoliman yang terjadi di Bumi Anoa kami tercinta. (Sent)
Foto: Iksan yang juga sebagai Wasekdir Bakornas LKBHMI PB HMI, Ist