Jakarta, infopers.com – Tidak ada batas jarak penghalang ketika berinteraksi dengannya. Walau usianya jauh di atas saya, dia tetap guyon, blak-blakan, ceplas-ceplos seolah-olah tak terlalu ambil hati ketika menerima ‘ledekan’ dari saya. Tapi beliau rendah hati dan suka berbagi. Hehehe.
Begitulah yang menghiasi relung hati dan pikiran saya terhadap sosok Sadono Priyo. Bagi saya, ia tak sekadar senior dalam profesi namun sudah seperti sahabat rasa saudara yang telah merajut pertemanan puluhan tahun. Padahal seingat saya, baru setahun lebih kami intens berteman.
Wartawan senior yang banyak menjalankan tugas jurnalistiknya di lingkungan kepolisian khususnya Polda Metro Jaya dan Mabes Polri ini orangnya bergaul dan guyub dengan siapa saja.
Tak peduli mau lebih tua, sepantaran atau lebih muda dalam hal usia darinya, ia tetap menunjukkan jati diri sebagai ‘Sadono Priyo’ yang sering menyapa saya dengan panggilan ‘Mas’ padahal usia kami terpaut cukup jauh. Selisih 20 tahun.
“Bopo deadlinenya jam 17.00 ya. 10.2 Bopo? Ajak-ajak dong Bopo tingam-nya,” kata ‘Bopo Dono’ –demikian ia biasa saya sapa– dalam beberapa perbincangan dengan saya baik langsung atau via aplikasi perpesanan. Saya juga sering disapanya dengan sebutan ‘Bopo’.
Saya juga merasa bangga dan senang bisa menyerap segudang pengalaman dan kisah hidupnya.
Dengan serius tapi santai ia sering membagikan kisah perjalanannya, mulai saat Kuliah Kerja Nyata atau KKN ketika mahasiswa, lalu sebagai seorang jurnalis saat jadi wartawan muda yang bertugas di Kota Semarang, lalu hijrah ke Jakarta dan bergabung di media Suara Karya, kisah awal bertemu dengan nyonyanya sampai menikah, dan cerita seru lainnya soal tugas meliput ke berbagai daerah di Indonesia hingga kisah persahabatannya dengan banyak pejabat di kepolisian.
“Aku ya kenal Pak Nico (Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta) ketika beliaunya masih dinas di Semarang. Lama enggak ketemu, trus dalam satu momen di Jakarta, kami enggak sengaja jumpa, beliau yang duluan nyapa saya,” tandasnya.
Saya ingat betul, ketika Covid-19 sedang ramai-ramainya di Indonesia, beliau mengabarkan saya lewat pesan WhatsApp jika ia bersama nyonya positif terpapar corona dan menjalani perawatan pada sebuah rumah sakit di bilangan Jakarta Selatan.
Dalam hati pun saya merasa risau. Karena yang saya tahu, sahabatnya saya ini dan juga istrinya sama-sama memiliki penyakit penyerta.
Sebagai bentuk iktiar dalam meneguhkan persahabatan kami yang indah ini, saya selalu memonitor kondisinya via WhatsApp.
“Gimana Bopo sudah lebih baik belum kondisinya sekarang?,” kata saya.
“Puji Tuhan Bopo, sudah lebih enak tidurnya. Nyenyak sekarang. Perawatan yang diberikan oleh rumah sakit juga bagus,” tulisnya menjawab pesan singkat saya.
Beberapa hari kemudian, hati saya pun lega. Usai wartawan yang menamatkan studi kesarjanaan di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini telah dinyatakan bebas dari covid-19.
“Nyonya yang lebih dahulu negatif, beberapa hari kemudian saya menyusul negatif,” ujarnya. Dalam hati saya bergumam penuh syukur kepada Pencipta. Sahabat saya ini telah kembali pulih. Dan kami bisa terus menyambung berbagi cerita yang indah dan panjang ke depan. “Semoga persahabatan kita abadi, Bopo.”
Ternyata, apa yang saya rasakan sejauh ini juga diamini oleh Naek Pangaribuan, wartawan senior yang pernah menjabat Ketua Forum Wartawan Polri (FWP) dua periode, 2016-2018 dan 2018-2020 ini membagikan kisahnya pada status di akun Facebook pribadinya. Isinya sebagai berikut:
SAHABAT YANG MENYENANGKAN
Ditengah2 kesibukan awak, awak sempat maen ke Pojok Semanggi ketemu dengan Mas Dono. Wartawan Suara Karya ini sudah lama awak kenal. Mas Dono adalah temen yang menyenangkan, kalau ketemu selalu menegur awak duluan.
Mas Dono sahabat yang baik ada ketulusan dalam persahabatan sama awak selama ini. Banyak cerita sama Mas Dono, mulai dari usia kami sudah “kepala 5” hingga persiapan Natal.
Apalagi, tahun 2021 hanya menghitung hari. Semoga mas Dono tetap diberi kesehatan dan panjang umur…
Penuturan yang disampaikan Naek lantas ditimpali oleh seorang wartawan senior lainnya Nico Karundaeng.
“Sahabat yg paling baik, nrimo apa adanya dan jujur seperti kertas putih. Ada anekdot saya buat Dono, yg tulisannya keren. Berkali-kali sakit tapi tetap pulih. “Don nyawanya banyak ya, hehehe. ….. Dia hanya senyum. Saya kalau ke balai wartawan Polda kalau gak ketemu Dono seperti ada yg kurang. Kata yg paling enak kalau dia nyebut. ” Sudah aman bang??????????????,” tulis pensiunan Harian Pos Kota yang ketika masih aktif bertugas sebagai Redaktur membidangi desk kriminal ini. (SHT)