Asprindo Kritik Pemotongan Anggaran dan Dorong Reformasi Struktural 

Ketua Umum Asprindo: PEMERINTAH HARUS MENGEVALUASI KEBIJAKAN FISKAL

Jakarta – Minggu, 11/05/2025 | Strategi kebijakan pengelolaan ekonomi pemerintah yang berfokus pada kebijakan fiskal dengan memotong anggaran unit kerja kementrian dan mengejar pendapatan pajak, dinilai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo), Jose Rizal, kurang tepat.

“Kebijakan ini mungkin memang memberi sedikit tambahan keleluasaan ruang fiskal, mengatasi defisit anggaran; tapi pemerintah lupa bahwa kebijakan ini memiliki dampak multiplier,” terang Jose, dalam keterangan pers (11/5).

Menurutnya, dengan pemangkasan anggaran kementrian, belanja pemerintah yang selama ini banyak menghidupi industri perhotelan, industri makanan dan industri pendukung lainnya, menjadi kolaps. “Kinerja ASN pun saya kira akan menurun,” sambung Jose. “Bagaimana mereka menjalankan program, jika tidak tersedia anggaran?”

Jose menilai, kebijakan fiskal pemerintah saat ini menjadi kontributor terjadinya perlambatan ekonomi.

Pemerintah, menurut Jose, harusnya mendahulukan reformasi struktural. “Kalau ini kan kita melihat ada anomali. Di satu sisi, presiden membuat kabinet menjadi lebih gemuk, tapi di sisi lain anggaran dipotong. Saya bukan ekonom, tapi di pikiran saya logika ini gak nyambung.”

Jose berpendapat seharusnya pemerintah lebih fokus pada reformasi birokrasi. Bagaimana misalnya mengurangi kebocoran anggaran, bagaimana mengefektifkan penggunaan anggaran, bagaimana meningkatkan transparansi dan akuntabilitas – termasuk memperbaiki tata kelola lembaga pemerintah dan bagaimana mencegah korupsi. Pemerintah juga perlu mengupayakan restrukturisasi utang.

“Jadi bukan malah memotong anggaran. Atau kalaupun ada pemotongan, ya tetap realistis dengan menyisir mata anggaran yang benar-benar dianggap tidak atau kurang efektif,” sambungnya.

Daya Lenting UMKM

Jose mengingatkan bahwa dalam setiap kejadian perlambatan ekonomi hingga terjadinya krisis, kita tidak pernah mau belajar dari masa lalu.

“Setiap krisis, ekonomi kita terselamatkan oleh UMKM. Perusahaan besar banyak yang gulung tikar, PHK besar-besaran terjadi. Tapi UMKM tetap resilience, mereka punya kemampuan untuk beradaptasi dalam situasi sulit, dan tetap bisa bertahan terhadap gempuran berbagai kesulitan.”

Baca Juga  Sarana Penghafal Al Qur'an Indonesia Sumbang Sumur Bor dukung Program Air Bersih Di Pondok Pesantren Tahfidz Hijir Ismail Bogor
H. Jose Rizal, Ketua Umum Asprindo, mengkritik kebijakan fiskal pemerintah yang dinilai memicu perlambatan ekonomi dan mendesak reformasi struktural serta dukungan nyata untuk UMKM. (Foto: Asprindo)
H. Jose Rizal, Ketua Umum Asprindo, mengkritik kebijakan fiskal pemerintah yang dinilai memicu perlambatan ekonomi dan mendesak reformasi struktural serta dukungan nyata untuk UMKM. (Foto: Asprindo)

Sayangnya, menurut Jose, dalam situasi normal, kita melupakan jasa-jasa UMKM. “Insentif pemerintah terhadap UMKM, insentif setengah hati. Pemerintah tidak punya program signifikan untuk mendorong UMKM naik kelas. Pemerintah misalnya, sering punya program kredit perbankan untuk UMKM. Tapi di sisi lain, lembaga keuangan punya persyaratan yang sulit dipenuhi oleh pelaku UMKM. Gelontoran kredit kita terbesar tetap pada usaha skala besar. Jadi bagaimana UMKM bisa maju dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas?”

Karena itu, dalam situasi sulit seperti sekarang, Jose menyarankan pemerintah untuk kembali meninjau kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi.

“Sistem jaring pengaman sosial juga harus diperkuat. Bansos boleh-boleh saja. Tapi insentif ke UMKM jauh lebih bagus. Di Asprindo, kami merancang Kampung Industri dengan ikhtiar memberikan kail, bukan memberikan ikan.”

Jose juga menghimbau agar pemerintah memperkuat sinergi antara pemerintah dengan swasta. Terutama dalam upaya peningkatan kompetensi SDM.

“Di luar semua itu, ya kembali mengevaluasi semua kebijakan ekonomi, termasuk kebijakan moneter, bagaimana mencegah inflasi agar kita tidak terperosok lebih dalam. Jika pemerintah tetap mempertahankan kebijakan seperti sekarang, saya kira mustahil mengejar pertumbuhan ekonomi 8%,” pungkasnya. (***)

Editor: Redaksi