INFO’PERS
[ Foto : Istimewa ]
JAKARTA – Tahun 2020 penunjukkan Pejabat (PJ) Bupati setelah meninggal dunia (Alm) Eka lalu ditunjuk Dani Ramdan sebagai PJ Bupati yang hanya melaksanakan 3 bulan masa tugas, lalu dilanjutkan lagi oleh Marzuki selama 8 bulan sampai tanggal 22 Mei 2022 dan terbitnya Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 131.32- 1178 Tahun 2022 Tentang Pengangkatan Pejabat Bupati Bekasi
Provinsi Jawa Barat, bahkan juga menuai polemik mengenai wewenang PJ Bupati pada huruf d, menyatakan, PJ Bupati sebagaimana dimaksud dalam hitung KESATU mempunyai tugas, Melakukan;
a. Pengisian pejabat dan mutasi pegawai;
b. Membatalkan perizinan yang dikeluarkan pejabat sebelum dan atau mengeluarkan perjanjian yang berbeda dengan yang
dikeluarkan pejabat sebelumnya;
c. Membuat kebijakan pemekaran daerah;
d. Membuat kebijakan yang berbeda dengan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Namun, Pasal 132 A ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008
“Masih belum terlalu jelas membahas mengenai wewenang Plt sehingga perlu
adanya suatu aturan agar Plt dapat mengambil kebijakan strategis dalam
pemerintahan terutama Plt yang akan menjalankan tugas selama atau lebih
dari dua tahun”.
Adanya Menyampaikan Aspirasi Masyarakat pada akhir-akhir ini menuntut PJ Bupati Dani Ramdan agar di copot dari jabatan nya karena adanya kesepakatan dengan salah satu mengatasnamakan team yang berjasa sebagai pengakuan dalam surat kesepakatan bersama yang tersebar di beberapa media online dan WAGS di komunitas menjadikan beberapa Masyarakat menyampaikan aspirasi kepada Kementerian Dalam Negeri Jakarta dan Kantor Pemerintahan Daerah Kabupaten Bekasi, Mengenai sanksi bagi plt/atau PJ yang menyalahgunakan
wewenang.
Sebenarnya belum ada pengaturan yang jelas, namun berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 80 ayat (3) bahwa penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh
Pejabat Pemerintah sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014, akan dikenai sanksi administratif berat.
Sanksinya sesuai dengan pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, yaitu:
1. pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya;
2. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya;
3. pemberhentian tetap dengan memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa; atau
4. pemberhentian tetap tanpa memperoleh hak-hak keuangan dan fasilitas lainnya serta dipublikasikan di media massa.
Sanksi ini lebih ditempatkan ke Pejabat Bupati Bekasi karena penunjukannya berdasarkan jabatan seorang pratama atau seorang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Berbeda dengan Plt. Walikota Bekasi yang menjabat dari hasil Pemilihan Kepala daerah dan menggantikan Walikota.
Pasal 5 huruf (h) Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2021 tetang
disiplin Pegawai Negeri Sipil(PNS) yaitu melakukan kegiatan yang merugikan
Negara.
Dalam hal ini kerugian Negara bersifat, apakah kebijakan Pejabat Bupati Bekasi dalam keputusan membentuk badan atau adanya kebijakan strategis yang berakibat adanya kerugian Negara.
Berikut Sanksi dan Hukuman terhadap Aparatur Sipil Negara Sesuai
Peraturan Pemerintah nomor 94 tahun 2021 tetang disiplin Pegawai Negeri Sipil :
HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 5 dijatuhi Hukuman Disiplin.
Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 8
(1) Tingkat Hukuman Disiplin terdiri atas:
a. Hukuman Disiplin ringan;
b. Hukuman Disiplin sedang; atau
c. Hukuman Disiplin berat.
(2) Jenis Hukuman Disiplin ringan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; atau
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen)
selama 6 (enam) bulan;
b. pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 9 (sembilan) bulan; atau
c. pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua puluh lima persen) selama 12 (dua belas) bulan;
(4) Jenis Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri atas:
a. penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan;
b. pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12
(dua belas) bulan; dan
c. pemberhentian dengan hormat tidak atas
Dari 2 (dua) Peraturan Pemerintah yang berbeda sebagai landasan Sanksi dan Hukuman yang diberikan oleh Pejabat Bupati seorang Aparatur Sipil Negara (ASN)/atau Pegawai Negeri Sipil Baik Pejabat Gubernur,
Walikota atau Bupati maka ketentuan diatas berbeda dalam Sanksi dan Hukumannya.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang mempunyai hirarki dari Dasar Negara yaitu PANCASILA dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sampai turunannya.
Kewenangan Pejabat Bupati Bekasi dalam Hal ini adalah sebatas pengganti dan sementara.
Waktu menunggu Pemilihan Umum Serentak 2024, sehingga dalam sudut pandang hukum jika adanya pengambilan kebijakan yang salah dan berdampak strategis maka Peraturan Pemerintah sebagai aturan main
akan diterapkan oleh Pejabat Bupati Bekasi yang ber-status sebagai ASN, akan tetapi selama kebijakan yang diambil dalam hal layak atau; bertujuan memberikan manfaat atau perbaikan dalam pembentukan
organisasi dan tidak adanya pihak-pihak yang menuntut atas kebijakan
tersebut maka tidak bermasalah atau sebaliknya setelah selesai dan
timbul atas kerugian Negara atau timbul berdasarkan dampak dari kebijakan maka ini yang akan menjadikan seperti bola salju atau Pejabat-pejabat yang ditempatkan di semua daerah akan menimbulkan fenomena baru setelah Pemilu serentak/atau pilkada serentak selesai bagi Pejabat yang menjabat selama masa transisi ini yaitu Kekacauan secara Kelembagaan di kementerian Dalam Negeri dan PAN RB karena banyak Pejabat yang menanggung atas kebijkan yang salah.
Agar tidak menimbulkan polemik dan dampak terhadap Pemerintahan
Daerah setelah selesainya Pilkada serentak 2024 maka perlu ada Peraturan Pemerintah yang mengatur terhadap Diskresi atau Kebijakan.Kepala Daerah yang Menjabat sebagai Penjabat Gubernur, Walikota nya
Bupati, sehingga setelah adanya pemimpin Kepala Daerah terpilih maka kebijakan yang sudah berjalan selama 2 (dua) tahunTransisi tidak menjadi dampak kepada Pejabat Bupati yang menjabat.
Negara Indonesia adalah Negara Hukum dan semua Warga Negara Indonesia sama dihadapan Hukum jika tidak adanya rujukan dan aturan main yang jelas maka kemungkinan kedepannya banyak menimbulkan kecemasan, ketidakpastian dan upaya hukum pihak-pihak yang tidak
puas terhadap kebijakan Kepala Daerah Pejabat.
Lalu, agar dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Terhadap Diskresi Pejabat
Kepala daerah dari Unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) baik dari Gubernur, Walikota dan Bupati untuk memberikan rasa nyaman terhadap kebijakan yang sesuai situasi Daerah dan Kebutuhan Daerah;
Kepastian Hukum Terhadap Pejabat yang ditunjuk atas lahirnya kebijakan baik populis maupun kebutuhan daerah adalah semata-mata untuk bertujuan memberikan kesejahteraan terhadap daerah yang dipimpinnya, adanya Pro dan Kontra terhadap Kebijakan yang dilahirkan tidak menjadi berdampak terhadap Pemerintahan daerah atau Pejabat itu sendiri, sehingga kedepannya semua untuk memberikan pelayanan dan kenyamanan dalam pengelolaan Pemerintahan Daerah