infopers.com – Puluhan masa dari Koalisi Mahasiswa dan Masyarakat Bersatu Sumatera Utara (KMMB-SU) laksanakan aksi unjuk rasa di depan Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu). 15/7/25
Adapun dalam tuntutan Mereka meminta agar Kejatisu segera memeriksa Pejabat Sementara (Pj) Kepala Desa Bottot dan Pelaksana Harian (Plh) Kepala Desa yang berinisial ZHS dan MAA yang menjabat sebagai Sekretaris Desa Bottot, terkait dugaan pengadaan anggaran fiktif hingga mencapai ratusan juta rupiah pada tahun anggaran 2020-2021.
Perlu diketahui Massa aksi menyampaikan aspirasi sebagai bentuk perlawanan terhadap dugaan korupsi dan maladministrasi yang telah merugikan negara dan warga desa Bottot khususnya, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah.
Koordinator aksi dari KMMB-SU, Hendra, mengungkapkan hasil temuan bukti beberapa item judul penganggaran dan investigasi mereka yang menemukan kejanggalan serius dalam laporan anggaran desa Bottot. Ia menyoroti adanya penganggaran honorarium keagamaan yang tidak sesuai dengan realitas di lapangan, yang diduga sengaja dimanipulasi untuk mengelabui dan menutupi praktek korupsi. “Ini sangat miris karena agama seharusnya menjadi perekat masyarakat, bukan alat untuk membenarkan tindakan korupsi,” tegas hendra
Selain itu, Hendra menambahkan bahwa anggaran desa Bottot yang hampir mencapai Rp1.000.000.000 dalam satu tahun anggaran tersebut bertepatan dengan masa pandemi COVID-19, namun laporan penggunaan dana tersebut tidak mencerminkan pelayanan sosial yang memadai ataupun pembangunan infrastruktur yang layak dirasakan masyarakat. Hal ini menimbulkan kekecewaan yang mendalam di kalangan warga desa.
Baikal, selaku wakil Kordinator aksi menduga Pj Kepala Desa ZHS dan Plh Kepala Desa MAA secara sengaja melakukan manipulasi data anggaran dengan menambah akumulasi biaya tanpa validasi yang tepat dan transparan. Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan Baikal, Wakil Koordinator aksi, yang menilai pejabat desa tersebut tidak berkompeten dalam mengelola anggaran desa secara jujur dan profesional. Ia mengungkapkan keresahannya bahwa anggaran desa tidak dikelola secara transparan dan penuh manajemen, sehingga muncul dugaan korupsi besar-besaran yang harus segera diusut. “Kami tidak percaya anggaran tersebut dikelola secara benar, dan ini adalah pengkhianatan terhadap warga,” tegas Baikal
Namun, kekecewaan massa aksi bertambah ketika pihak Kejatisu terlihat lambat dalam menerima laporan dan aspirasi mereka di lokasi aksi, keadaan tersebut memicu ketegangan dan menimbulkan pertanyaan serius terkait komitmen penegak hukum dalam menangani kasus korupsi dana desa. Ketua Koordinator Daerah KMMB-SU, Sutoyo SH, menyatakan sikap tegas agar Kejatisu segera menangkap dan memeriksa Pj serta Plh Kepala Desa Bottot pada tahun 2020-2021 jika dugaan korupsi tersebut terbukti sesuai dengan laporan yang kami sampaikan. Ia juga menyoroti kesulitan birokrasi yang rumit dalam proses pelaporan kasus-kasus korupsi, khususnya yang berkaitan dengan dana desa, yang berujung pada lambannya penanganan oleh aparat penegak hukum. “Kami menuntut agar Kejatisu tidak hanya menjadi saksi bisu, tetapi segera bertindak agar kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum tidak terus terkikis,” Ucapnya
Merespons tuntutan dan aspirasi tersebut, pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara berjanji akan memberikan keterangan resmi dalam waktu 7×24 jam dan melimpahkan laporan ke tim khusus penyidikan kasus dugaan korupsi dan berkoordinasi dengan kejaksaan Negeri Tapanuli Tengah untuk meng atensi atas dugaannya penyelewengan Anggaran Dana Desa di Desa Bottot. Janji ini memberikan harapan bagi massa aksi dan warga desa bahwa kasus ini akan diusut secara tuntas dan transparan. Setelah proses mediasi yang berjalan secara kondusif, massa aksi akhirnya membubarkan diri dengan tertib, membawa harapan agar keadilan segera ditegakkan bagi warga Desa Bottot dan Kabupaten Tapanuli Tengah pada umumnya.
Sebagai Informasi, Kasus ini menjadi sorotan penting karena mengungkap adanya dugaan korupsi anggaran dan desa hingga kurang lebih Rp.1.000.000.000 dalam kurun waktu dua tahun anggaran, dengan modus penganggaran honorarium fiktif,pemanfaatan dana COVID-19 dan pembangunan fisik yang tidak transparan. Dugaan manipulasi data dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat desa yang tidak kompeten menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi yang signifikan bagi masyarakat. Selain itu, lambannya proses hukum menimbulkan kekecewaan mendalam dan pertanyaan tentang efektivitas penegakan hukum terhadap korupsi dana desa di Sumatera Utara.