Jakarta, 23 April 2024. Ketua Umum Yayasan Lembaga Pemangku Adat Jayakarta RB H. Abi Munawir Al Madani Mertakusuma telah melakukan penandatanganan kontrak kerjasama pembuatan film yang diberi judul Al Hajj Fatahillah dengan Lukman Chengho seorang Sutradara profesional sekaligus Penulis film. Yang didampingi dan di saksikan oleh tokoh masyarakat, tokoh penggiat adat budaya dan beberapa anggota yayasan. Rabu (23/4/2024) di Jakarta saat diwawancara media.
Adapun tema yang diangkat dalam pembuatan film ini adalah menceritakan tentang perjuangan Fatahillah selaku Ulama Besar sekaligus Panglima Perang mengusir Portugis yang mendirikan benteng di Sunda Kelapa (Pajajaran).
Fatahillah diangkat menjadi Panglima Perang karena memiliki kemampuan dibidang kemiliteran. Sebagai anak yang terlahir di lingkungan Kesultanan Pasai, dia memperoleh pendidikan kemiliteran, terutama kemiliteran laut dan juga memperoleh pendidikan ilmu-ilmu agama yang mumpuni.
Setelah ditunjuk oleh Sultan Trenggono Demak, Fatahillah menyusun strategi penyerangan terhadap Portugis untuk dilakukan secara senyap dan mendadak. Dalam perjalanan strategis, para prajurit di bagi menjadi dua, sebagian melewati jalur laut dengan menggunakan kapal dan sebagian lagi melewati jalur darat.
Sesampainya di Cirebon, Fatahillah menemui Sunan Gunung Jati meminta restu dan beliau merestui. Kemudian Fatahillah melanjutkan perjalanan dengan tambahan dukungan dari pasukan Cirebon menuju Sunda Kelapa untuk menyerang Portugis. Dalam penyerangan ke Portugis, Fatahillah juga di bantu oleh saudaranya putra dari Sunan Gunung Jati yaitu Maulana Hasanudin.
Keberhasilan Fatahillah merebut Sunda Kelapa ini kemudian di sebut Fathan Mubina dalam surat Al-Fath ayat 1 yang artinya “kemenangan yang nyata”. Kata-kata itu dalam bahasa Sansekerta di sebut Jayakarta, yang sekarang menjadi Jakarta.
Tujuan pembuatan film sejarah ini adalah untuk membuat generasi muda agar semakin tertarik untuk mengenal sejarah bangsanya. Dan dapat membantu kita memahami peristiwa dan kejadian yang terjadi di masa lampau. Sekaligus mempersatukan para dzuriyah atau keluarga besar trah Pangeran Jayakarta yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara. (red)