INFO PERS
Foto Istimewa
JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan setelah terjadi kasus keracunan massal yang menimpa sejumlah pelajar di Jakarta. Menanggapi hal ini, Inisiator Pendiri Majelis Adat Indonesia (MAI) sekaligus Kepala Pasukuan, M. Rafik Datuk Rajo Kuaso, mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh serta mengambil langkah penyelamatan nyata agar kejadian serupa tidak berulang.
“Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas terhadap oknum yang lalai hingga menyebabkan keracunan massal,” tegas Datuk Rajo Kuaso, Rabu (24/9).
Ia juga menilai Kepala MBG, Dadan Hindayana, perlu diperiksa terkait dugaan kelalaian tersebut.
“Bahkan bila perlu dinonaktifkan sementara dari jabatannya agar penyelidikan berjalan transparan dan akuntabel,” ujarnya.
Lebih lanjut, Datuk Rajo Kuaso menyarankan agar dana program MBG dialihkan sementara menjadi bantuan pangan bergizi langsung kepada keluarga murid.
“Dengan begitu, orang tua bisa mengatur pola makan anak-anak secara lebih aman, terjaga kualitasnya, dan sesuai kebutuhan rumah tangga,” tambahnya.
Kronologi Kasus Terbaru
Pada Selasa (23/9), sedikitnya tiga pelajar SMAN 15 Jakarta di Tanjung Priok dilarikan ke RSUD setempat setelah mengalami sakit perut dan mual usai menyantap MBG. Sementara empat pelajar lainnya ditangani di UKS sekolah. Seluruh korban kini telah diperbolehkan pulang.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, membenarkan kejadian tersebut. Dari total 641 paket MBG yang didistribusikan di SMAN 15, tujuh pelajar mengalami gejala keracunan.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa hingga 22 September 2025, total kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat MBG telah mencapai 4.711 orang. Rinciannya:
Sumatera: 7 kasus, 1.261 korban
Jawa: 27 kasus, 2.606 korban
Seruan Perbaikan Sistem
MAI menegaskan, program MBG tidak boleh dijadikan proyek seremonial semata tanpa standar pengawasan dan jaminan mutu yang ketat. Menurut Datuk Rajo Kuaso, pemerintah harus berani mengevaluasi desain program agar lebih menekankan keselamatan, kualitas gizi, dan keberpihakan pada keluarga murid.
“Anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Jangan sampai mereka menjadi korban dari program yang seharusnya menyehatkan,” pungkasnya.
Red/Bar.S
Dilansir dari berbagai sumber/Istimewa