Kriminalisasi dan Perampasan Lahan PT SKB oleh PT Gorby Putra Utama Jadi Perhatian Komisi III dan Mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra

INFO PERS 

Foto : Istimewa

JAKARTA –  Pakar Hukum yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, mewakil PT Santosa Kurnia Bahagia (PT SKB), mendesak dihentikannya kriminalisasi terhadap dua orang pekerja di PT Santosa Kurnia Bahagia (PT SKB), serta mencabut keputusan pembatalan atas HGU dan memulihkan HGU milik PT SKB.

Demikian juga pandangan beberapa anggota Komisi III DPR RI saat Rapat Dengar Pendapat Komisi III dengan kuasa hukum PT SKB & perwakilan dari masyarakat di sekitar lahan milik PT SKB. Bahwa memang jelas terjadi penguasaan lahan secara paksa & kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum Polri di Mabes yang menangkap 5 pegawai keamanan PT SKB yang menjaga lahan PT SKB dengan alasan menghalang-halangi pekerjaan penambangan. Padahal yang dilakukan oleh 5 orang Satpam itu adalah menjaga lahan PT SKB yang dijaganya bukan lahan milik pihak lain.

Pada RDP itu Santoso anggota Komisi III DPR RI menduga ada dalang yang menskenariokan perampasan lahan PT SKB oleh PT Gorby Putra Utama. Pihak yang mendalangi itu bisa berasal dari oknum di Kemendagri terkait dengan batas wilayah, oknum Polri dengan menangkap 5 orang Satpam sampai oknum di Kajaksaan yang memproses kasus ini ke ranah peradilan. Demikian juga yang disampaikan oleh Sarifuddin Sudding & Supriansa anggota Komisi III bahwa kasus ini harus dihentikan & dipertanyakan oleh Komisi III saat Rapat Kerja dengan aparat penegak hukum Mitra Komisi III.

Melalui tayangan video, Pakar Hukum yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra, mewakil PT Santosa Kurnia Bahagia (PT SKB), menjelaskan beberapa hal terkait permasalahan tumpang tindih lahan dengan PT Gorby Putra Utama, serta proses hukum atas keabsahan sertifikat Hak Guna Usaha Nomor: 00146/MUBA Desa Sako Suban, dan perkara pidana yang sedang berjalan di Pengadilan sekarang ini. “Beberapa hal yang perlu dengan persoalan ini, kami coba memastikan satu persatu,” ujar Yusril.

Baca Juga  Wakil Ketua Komisi III DPR RI: Skandal Impor Emas Harus Diusut Tuntas, Tanpa Membedakan Secara Hukum

Pertama adalah PT SKB, saat ini sedang menempuh upaya hukum, yakni gugatan Tata Usaha Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, atas keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertahanan Nasional, mengenai pembatalan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 00146/MUBA atas nama PT Sentosa Kurnia Bahagia seluas 3.859,70 hektar yang berlokasi di desa Sako Suban di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, yakni SHGU PT SKB.

Atas gugatan tersebut PTUN Jakarta, telah mengabulkan Gugatan PT SKB, melalui putusan Nomor 182/B/2024 PT.TUN. JKT tanggal 4 April 2024, yang pada pokoknya menyatakan batal, Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN, dan mewajibkan agar Menteri ATR/BPN mencabut keputusan pembatalan SHGU PT SKB. “Atas dasar itu, SHGU PT SKB sebenarnya masih tetap Sah, dan masih berlaku sampai sekarang,” kata Yusril.

Adapun proses hukum dalam ranah gugatan Tata Usaha Negara dimaksud saat ini, masih dalam proses kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Jadi, perkaranya belum selesai karena masih proses kasasi si Pengadilan Tinggi TUN, walapun Dalam Pengadilan Tinggi TUN, PT SKB sudah dimenangkan. Kita masih menunggu proses kasasi di tingkat Mahkamah Agung.

Kedua, Setelah kami mencermati dan melakukan telaah terhadap dokumen-dokumen, serta fakta-fakta yang terungkap di lapangan, permasalahan ini diawali dengan adanya persingungan wilayah SHGU PT SKB, dengan wialayah izin usaha pertambangan atau IUB PT Gorbi atau PT GBU.

PT GBU bersikeras, bahwa IUP yang dimilikinya merupakan hak atas tanah. Padahal berdasarkan atuaran yang ada, dan berlaku di bidang hukum Pertanahan, dan juga berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku di bidang pertambangan, tegas dinyatakan bahwa IUP bukan merupakan kepemilikan hak atas tanah.

Baca Juga  Bersama Presiden Mahasiswa Staimi Depok Luncurkan Program Literasi Of The Week, Berikut Penjelasan Toni Jagat

“Jadi IUP itu adalah izin usaha di bidang pertambangan, bukan hak atas tanah,”

Sehingga menimbulkan ketegangan, dan menjadi ibarat tak ada keadilan dan kepastkan hukum.

“Karena ini juga masuk dalam laporan-laporan pidana dan sebagainya, kami minta semua pihak dapat menahan diri. Berhati-hati demi menjamin keadilan dan kepastian hukum, oleh karena proses pencabutan HGU itu masih dipersengketakan di pengadilan, dan sengketa ini tidak secara langsung berkaitan dengan perusahaan pertambangan yang bersengketa dengan PT SKB tapi berkaitan langsung antara klien kami PT SKB dengan pihak BPN. Dan prosesnya masih berlangsung sampai di Mahkamah Agung, dan baiknya kita tunggu sama-sama,” terangnya.

Kalau nanti sekiranya PT SKB yang dimenangkan, maka tidak punya pilihan, Menteri Agraria ATR/ Kepala BPN harus mencabut keputusan pembatalan atas HGU dan memulihkan HGU milik klien kami PT SKB, dan dengan demikian perkebunan yang sudah ada di atasnya itu akan berjalan sebagaimana mestinya seperti sedia kala. Dan justru di sini tinggal persoalan, bagaimana pihak yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) tapi ternyata lahannya itu tumpang tindih dengan HGU milik PT SKB.

“Saya kira persoalan ini harus diclearkan, jangan timbul ketegangan di lapangan yang tidak menguntungkan semua pihak, dan seoalah-olah di negara kita ini tidak ada keadilan dan kepastian hukum,” kata Yusril.