INFO PERS
Foto : Istimewa
Pengadilan Negeri Medan telah menjatuhkan putusan terhadap lima terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kabupaten Langkat Tahun 2023. Dari kelima terdakwa, empat di antaranya dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama.
Putusan terhadap keempat terdakwa adalah sebagai berikut:
Rahayu – 1 tahun 6 bulan penjara, denda Rp50 juta (subsider 3 bulan kurungan)
Awaludin – 2 tahun penjara, denda Rp100 juta (subsider 4 bulan kurungan)
Alex – 2 tahun 6 bulan penjara, denda Rp100 juta (subsider 5 bulan kurungan)
Saiful – 3 tahun penjara, denda Rp100 juta (subsider 6 bulan kurungan)
Sementara itu, satu terdakwa lainnya, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Langkat, dinyatakan bebas karena tidak terbukti secara hukum melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus ini.
Putusan yang dibacakan pada malam hari tersebut disaksikan oleh puluhan pihak, termasuk kuasa hukum ratusan guru honorer serta awak media. Fakta bahwa empat pejabat dinyatakan bersalah menjadi bukti nyata bahwa praktik korupsi dalam proses PPPK Langkat benar-benar terjadi dan telah menimbulkan kerugian serius, khususnya bagi para guru honorer di Kabupaten Langkat.
LBH Medan sebagai lembaga yang fokus pada isu hukum dan hak asasi manusia menyatakan menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan, namun menyayangkan rendahnya hukuman yang dijatuhkan. Berdasarkan fakta-fakta persidangan, LBH Medan menilai seharusnya para terdakwa dijerat Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001, dengan ancaman minimal 4 tahun penjara.
LBH Medan secara tegas menyatakan:
Keempat terdakwa yang telah dinyatakan bersalah harus dipecat dari jabatannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara didesak untuk segera mengajukan kasasi atas putusan bebas Kepala BKD Langkat.
Diketahui, sebelumnya JPU menuntut para terdakwa hanya dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara berdasarkan Pasal 11 UU Tipikor. Tuntutan ringan ini telah menuai kemarahan dan kekecewaan dari ratusan guru honorer Langkat yang merasa menjadi korban langsung praktik korupsi tersebut.
Sebagai respons, para guru honorer bersama LBH Medan menggelar aksi damai di depan Pengadilan Negeri Medan, menuntut keadilan dan hukuman maksimal bagi para pelaku.
LBH Medan menegaskan bahwa tindak pidana korupsi dalam kasus ini merupakan extraordinary crime (kejahatan luar biasa), karena dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), hingga mengorbankan hak dan masa depan ratusan guru honorer beserta keluarganya.
Tindakan korupsi ini bertentangan secara prinsipil dengan UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU Tipikor, serta standar internasional seperti DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) dan ICCPR (Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik).
(BAR.S/Red).
Narahubung:
Irvan Saputra, SH., MH
Sofian Muis Gajah, SH
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan