INFO’PERS
Jakarta|www.infopers.com – Pemgamat Hukum Peter Selentinus menilai kemurahan hati Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerima Novel Baswedan dkk, yang gagal menjadi ASN pada KPK, harus dibaca sebagai hidden agenda Novel Baswedan dkk.
Setelah tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mereka ingin menjadikan Bareskrim sebagai terminal transit agar kelak bisa kembali menjadi ASN pada KPK atau Penyidik bahkan Pimpinan KPK.
“Keinginan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, merekrut Novel Baswedan dkk. menjadi ASN, bisa saja tidak memberi solusi bagi penciptaan ASN berwawasan kebangsaan di Bareskrim Polri. Mereka (red-Novel Baswedan dkk) sudah tidak lolos TWK, karena sudah terbentuk karakter “pembangkang” yang selama ini melawan atasan secara terbuka ke pers,” kata Petrus Selestinus yang juga Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, kepada media, Selasa (08/11/2021)
Katanya, dengan karakter pembangkang seperti itu, maka Bareskrim Polri bukanlah habitat yang cocok, bagi Novel Baswedan dkk. Dimana manajemen di Kepolisian bersifat hirarki (garis komando), tapi dalam strategi perjuangan politik, lebih baik mundur selangkah untuk menggapai sukses besar di masa yang akan datang.
“Meng-ASN-kan Novel Baswedan dkk. di Polri menjadi kontraproduktif, karena soal TWK adalah soal ideologi, sehingga tidak mungkin seseorang yang sudah terbentuk karakter oposisi terhadap “wawasan kebangsaan” lantas secara instan berubah menjadi “berwawasan kebangsaan” yang loyal,” ujarnya
Dengan kata lain, Novel Baswedan dkk. adalah oposisi yang kritis di KPK, terus melakukan perlawanan ke dalam dan ke luar. Lantas Novel Baswedan dkk mau menjadi ASN di Bareskrim.
“Ini menjadi aneh bahkan patut dipertanyakan,” tukas Petrus sapaan akrabnya.
Menjadi ASN Sebagai Batu Loncatan
Menurut Petrus, jika Novel Baswedan dkk, diterima menjadi ASN pada Bareskrim Polri, kondisi ini bisa melahirkan kecemburuan sosial dari ribuan tenaga honorer di Institusi Polri yang belum pasti diangkat menjadi ASN.
Katanya, Novel Baswedan dkk, bisa saja mengkoordinir para honorer menjadi sebuah “kekuatan perlawanan” dengan membentuk “Wadah Pegawai” sebagai alat perjuangan mengoreksi segala kebijakan Pimpinan Polri, sepertihalnya perlawanan yang dilakukan Novel Baswedan dkk. di KPK hingga hari ini.
Lanjutnya, kemampuan dan kekuatan Novel Baswedan dkk. hingga meraih simpati Kapolri untuk merekrut dan menjadikan sebagai ASN pada Bareskrim Polri harus diwaspadai. Bisa jadi kata Petrus, hal ini hanya sekedar batu loncatan bagi Novel Baswedan dkk. untuk menjatuhkan Ketua KPK Firli Bahuri melalui kasus penyewaan Helikopter dan selanjutnya Novel Baswedan dkk, kembali ambil alih menguasai KPK,” terang Petrus.
“Ini merupakan “hidden agenda” Novel Baswedan dkk, untuk kelak bisa kembali menguasai KPK dan sekaligus menjatuhkan Firli Bahuri dari jabatan selaku Ketua KPK, jika sudah menjadi ASN. Maka tinggal mencari cantelan kekuatan politik yang lebih besar untuk kembali menguasai KPK,” terangnya.
Kemudian kata Petrus, upaya tanpa henti-henti dari Novel Baswedan dkk, untuk menjadi ASN di KPK, tidak sia-sia meski untuk sementara waktu menjadi ASN di Bareskrim. Dimana bagi Novel Baswedan dkk, yang penting punya SIM dan SIM itu bisa diperpanjang.
“Bahkan Novel Baswedan dkk, bisa dimutasi untuk kembali menguasai KPK dalam masa 3 atau 5 tahun ke depan. Tentunya dengan melalui kekuatan politik presure group yang memback-up mereka selama ini,” tukas Petrus.
Harus Menghitung Secara Matang
Selaku pengamat hukum Petrus menilai, dalam sistem hukum Kepegawaian, setiap insan ASN dalam dirinya harus sudah tertanam prinsip Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku atau wawasan kebangsaan, sebagai syarat menjadi ASN. Rupanya untuk kali ini soal wawasan kebangsaan tidak penting bagi Novel Baswedan dkk
“Untuk menjadi ASN pada KPK, Novel Baswedan dkk, harus lolos TWK dan mereka tidak lolos. Namun oleh Bareskrim Mabes Polri, Novel Baswedan dkk, diberi karpet merah. Sehingg ini keluar dari prinsip Nilai Dasar, Kode Etik dan Kode Perilaku atau wawasan kebangsaan,” jelasnya.
Terakhir kata Petrus, kita tidak tahu alasan dan pertimbangan rational dan yuridis apa yang menjadi dasar Kapolri Listyo Sigit Prabowo, memberikan privillege kepada Novel Baswedan dkk. menjadi ASN di Bareskrim Polri. Sekalipun kata Petrus, secara hukum tidak dibenarkan, karena TWK bagi setiap calon ASN oleh BKN, berlaku dan mengikat bagi seluruh Lembaga Negara yang membutuhkan ASN.
“UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN, menekankan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip Nilsi Dasar; Kode Etik dan Kode Perilaku; Komitmen, Integritas Moral dll. Termasuk Kompetensi, Kualifikasi Akademik dll, alat ukurnya adalah TWK oleh BKN sebagai pelaksana manajemen ASN. Dimana untuk mensuplai kebutuhan ASN pada setiap lembaga negara termasuk Mabes Polri dalam satu sistem hukum antara lain TWK itu sendiri,” pungkas Petrus melontarkan kritiknya. (Bar/RB. Syafrudin Budiman SIP)